Seuntai Cerita tentang Negeri Serumpun Sebalai, Pulau Bangka
July 10, 2014 2 Comments
AdesepeleBlog – Terkenal sebagai salah satu penghasil bijih timah terbesar di dunia, Kepulauan Bangka Belitung bisa dibilang sebagai provinsi baru di Indonesia. Provinsi hasil pemakaran Sumatera Selatan ini secara geografis berada di sisi pesisir timur Pulau Sumatera, yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung.
Disamping menyimpan kekayaan alam yang sangat potensial, sebagai penghasil lada putih dan bijih timah Kep. Bangka Belitung juga menyimpan potensi wisata yang tidak kalah indah dengan destinasi-destinasi lain di pelosok Negeri ini. Belitong yang sontak menjadi sangat populer setelah film Laskar Pelangi dirilis karena menyajikan visualisasi panorama alam dan pantainya yang berpasir putih dengan dihiasi hamparan batu granit yang sangat menakjubkan. Begitu juga dengan Bangka, gabungan kuliner, bangunan bersejarah dan alamnya yang indah menjadikan pulau ini sebagai destinasi yang wajib dikulik oleh para pecinta travelling.
Hari sabtu, 8 Februari 2014 merupakan kunjungan perdana saya ke Negeri Serumpun Sebalai (julukan untuk Pulau Bangka). Check-in sekitar pukul 07:00 WIB di Bandara Internasional Soekarno Hatta, saya dan keluarga sudah bersiap untuk menunggu penerbangan pagi menuju Bandar Udara Depati Amir, Pangkal Pinang dengan menggunakan pesawat Lion Air. Beruntung pagi itu kami tidak perlu menunggu terlalu lama, pesawat kami pun lepas landas sekitar pukul 07:30 WIB dan pada pukul 08:45 WIB kami sudah sampai di Bandar Udara Depati Amir, Pangkal Pinang.
Kedatangan saya dan keluarga ke Pulau Bangka memang hanya untuk kepentingan berlibur saja dan kebetulan ayah saya sudah dari seminggu sebelumnya berada di Pulau ini untuk melakukan perjalanan dinas. Karena dijadwalkan hanya dua hari saja sampai hari Minggu di Pulau Bangka, tentu saya sangat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya mengekspolore negeri penghasil timah ini.
Pagi yang cerah menyambut saya. Tiba di Bandar Udara Depati Amir, Pangkal Pinang kami sudah dijemput oleh mobil sewaan yang siap mengantar kami untuk menjelajahi Pulau Bangka. Sejujurnya pagi itu mata saya masih terasa sangat berat karena Sabtu malamnya saya harus lembur untuk menyelesaikan pekerjaan saya hingga larut tetapi entah kenapa untuk urusan travelling rasa lelah dan ngantuk hilang dalam sekejap.
Berhubung waktu masih pagi, kami dibawa kesalah satu kedai untuk sarapan. Ya, ini dia yang namanya mie koba. Mie khas Bangka dengan kuah ikan yang cukup menyengat. Kedai mie koba sangat mudah ditemui di Pangkal Pinang. Jadi, anda tidak perlu khawatir/kesulitan untuk mencari pedagang mie koba. Untuk yang baru pertama kali mencoba mie ini, anda harus siap-siap merasa sedikit jeleh karena rasa amis dari kuah ikan. Sebetulnya mie-nya itu enak, tetapi kuahnya yang manis dan agak amis membuat nafsu makan pagi itu sedikit berkurang dan alhasil 1 porsi mie koba tidak saya habiskan. Sebetulnya, setiap meja makan sudah disediakan jeruk khas Bangka, jeruk ini mirip jeruk limau tapi bentuknya yang agak sedikit besar dan rasanya yang tidak terlalu asam. Jeruk ini dapat meredakan rasa amis dari kuah mie koba.
Setelah mencicipi salah satu kuliner khas Bangka, tanpa membuang-buang waktu kami pun segera bergegas melanjutkan perjalanan dan penjelajahan pun dimulai! Bukti Fathin San yang berada di daerah Sungai Liat menjadi bidikan pertama kami.
Bukit Vihara Fathin San atau yang lebih dikenal dengan Bukit Budha merupakan salah satu objek wisata religi yang tak boleh dilewatkan ketika anda mengunjungi Pulau Bangka dan mampir ke Kota Sungaliat. Kuil ini adalah tempat peribadatan umat Budha yang mayoritas pemeluknya adalah masyarakat Bangka keturunan Tionghoa.
Objek wisata Vihara Fathin San ini lokasinya berada di Bukit Betung, Sungai Liat Kabupaten Bangka. Untuk menuju Kuil Fathin San, Anda dapat menempuh perjalanan selama 30 menit dari pusat Kota Sungailiat. Perjalanan menuju Kuil Fathin San membuat saya cukup terperanga, karena kami diajak untuk melewati jalan pedesaan yang tidak lebar dan sepi. Sampai akhirnya kami menemukan sebuah gapura berwarna merah yang bertuliskan FATHIN SAN dengan jalan yang belum di aspal. Pada awalnya memang kami agak sedikit ragu untuk memasuki kawasan objek wisata tersebut, karena sudah kepalang tanggung dan rasa penasaran kami memutuskan untuk tetap mendaki Bukit Fathin San.
Sesampainya di atas, kita disuguhkan oleh bangunan besar yang didominasi oleh warna merah yakni Vihara Fathin San. Vihara ini terlihat sangat indah dan kokoh dengan ukiran atapnya yang khas dimana di sisi bawah vihara terdapat kolam iklan dengan dihiasi patung naga. Saya dan keluarga sempat mengabadikan beberapa foto di Kuil tersebut. Sayangnya pintu Vihara ini terkunci rapat sehingga kami tidak bisa mengintip apa saja yang ada di dalam Kuil.
Dari area parkir Kuil Fathin San untuk menuju ke Bukit Budha anda harus mendaki lebih dari 300-an anak tangga. Hal ini juga yang menyurutkan rasa penasaran untuk melihat keseluruhan wilayah kuil. Baru setengah perjalanan pendakian saya memutuskan untuk turun. Sebetulnya bukan hanya merasa lelah karena harus melewati pejalanan yang kian menanjak tetapi juga lokasi bukit ini yang sepi pengunjung dan tidak ada seorang pun yang menemani sedangkan beberapa anggota keluarga saya hanya menunggu di area kuil. Belum lagi ditambah aroma dupa/hio yang dibakar sudah tercium sepanjang anak tangga yang saya lalui membuat bulu kuduk makin merinding. Mungkin ini hanya sugesti saja.
Padahal di atas sana terdapat patung budha dan dewi kwan yin berukuran besar. Dari atas Bukit Betung pula kita bisa melihat panorama menakjubkan karena view Kota Sungailiat bisa dilihat seluruhnya dari atas bukit. Walaupun begitu, saya tidak terlalu kecewa karena kita sudah bisa melihat view Kota Sungailiat dari sisi samping Kuil. Pemandangan hijau dan menyegarkan terpampang nyata dihadapan saya. Its awesome!
Puas menghabiskan waktu di Bukit Fathin San, kami melanjutkan perjalanan ke Kuil Dewi Kuan Yin yang letaknya masih berada di Kota Sungailiat. Tidak terlalu sulit untuk menemukan vihara ini. Vihara ini terletak di Desa Jelitik; Kecamatan Sungailiat; Kabupaten Bangka. Dari lokasi Kuil Fathin San hanya membutuhkan waktu +/- 30 menit perjalanan.
Seperti pada umumnya tempat ibadah umat budha, suasana religious akan langsung anda rasakan ketika memasuki kuil ini. Wewangian dupa yang dibakar serta lantunan lagu-lagu doa yang diputar semakin membuat rasa damai dan nyaman bagi setiap pengunjung yang datang ke Vihara ini. Kebetulan pada saat kami berkunjung ke sana, ada seorang penunggu vihara (kami memanggilnya Kyu). Kami disambut dengan ramah dan antusias. Beliau juga yang menemani kami sekeluarga melihat isi kuil dan bercerita banyak hal.
Keistimewaan kuil ini, terdapat sebuah kolam yang berisikan mata air jernih yang ditumbuhin oleh bunga teratai yang indah. Maka tidak heran banyak yang menyebut kuil ini dengan nama Taman Bunga Teratai Kuil Dewi Kuan Yim. Konon katanya, kepercayaan setempat jika kita mandi atau membasuh air dari kolam ini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan membuat wajah kita awet muda.
“Titiek Puspa, sering lho datang ke kuil ini untuk mandi dan berdoa” ucap Kyu. Pengunjung umum juga diperbolehkan untuk mandi di tempat ini. Tapi untuk hal yang itu tidak saya lakukan. Entah kenapa memang saya merasa sejuk sekali ketika berada di kuil tersebut, padahal cuaca di luar sangat terik. Saya juga sempat minum beberapa gelas air yang diambil dari sumur yang ada di Kuil Dewi Kuan Yin, terasa ditenggorokan sangat adem dan sejuk.
Menurutnya, air di kuil ini merupakan satu-satunya sumber air di Bangka yang tidak memiliki kandungan timah (0%) dan sudah dilakukan uji coba dilaboratorium bahkan sampai ke Negeri Belanda. Air sumur ini juga tidak perlu diolah lagi, sehingga bisa langsung dikonsumsi. Padahal kita tahu secara geografis Bangka merupakan penghasil timah.
Kyu juga banyak bercerita tentang toleransi umat beragama di lingkungan Desa Jentik yang sangat harmonis. Di deket kuil terdapat sebuah Masjid yang letaknya saling berdekatan.
“Jika hari-hari besar keagaman seperti halnya Idul Fitri, pada saat solat Ied area parkir vihara dapat dipergunakan untuk parkir kendaraan umat Muslim yang sedang menjalankan ibadahnya begitu pun sebaliknya” Ujar Kyu.
Diakhir pertemuan, saya dan kaka sepupu mencoba untuk diramal oleh Kyu dengan menggunakan lidi. Ini sih untuk seru-seruan saja, tidak terlintas sedikit pun difikiran untuk mempercayai apapun hasilnya nanti. Takutnya nanti malah syirik.
“Tutup mata, lalu kocok wadah lidi tersebut sambil kamu fikirkan apa yang diingikan sampai salah satu lidi keluar”, kata Kyu sambil memandu saya. Dan akhirnya salah satu lidi pun keluar dari wadahnya. Kyu pun mengambil lidi tersebut dan mulai membaca apa arti dari setiap tulisan yang terdapat dalam kertas ini.
Dari sini, kami melanjutkan perjalanan mengarah ke destinasi berikutnya yaitu Pantai Tanjung Pesona. Sudah tidak diragukan lagi, Bangka memiliki deretan-deretan pantai yang cantik dan mempesona. Salah satu yang menjadi favorit adalah Pantai Tanjung Pesona. Pantai ini memiliki sebuah gazebo yang mengarah ke pantai yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk menikmati panorama laut lepas. Selain itu, pantai ini juga memiliki pasir putih yang halus serta batuan granit besar khas Pulau ini. Namun tidak banyak yang saya lakukan, karena saya datang ke pantai ini tepat pada siang hari bolong. Cuacanya pun masih terasa sangat panas untuk berenang ditambah ombak yang kurang bersahabat siang hari itu. Saya dan keluarga akhirnya beranjak ke sebuah resto resto yang berada di sisi selatan Pantai Tanjung Pesona untuk menikmati secangkir kopi sambil merasakan semilir angin pantai.
Pukul 02:00 WIB dan cuaca pun sudah tidak terlalu terik, kami melanjutkan perjalanan untuk makan siang. Dan kami pun singgah di salah satu restaurant yang menyediakan makanan laut khas Pulau Bangka. Recommended banget untuk dicoba, sayangnya saya sudah lupa nama restaurantnya.
Kenyang menyantap hidangan laut, mobil kami pun dipacu mengarah ke daerah Matras, Sungailiat karena disana terdapat sebuat pantai yang paling popular dan ekslusif di Pulau Bangka yaitu Pantai Parai. Pantai ini bisa dibilang sebagai jawaranya pantai yang ada di Pulau Bangka. Bagaimana tidak? Pantai Parai memiki kontur yang landai serta pasir putih yang bersih. Selain keindahan pantainya, yang menjadi daya tarik wisatawan adalah gugusan batuan granit besar alami yang berserakan di sepanjang pantai yang tentunya semakin membuat pantai ini eksotis.
Pantai ini dikelola oleh sebuah Resort, jadi untuk setiap pengunjung yang masuk dikenakan biaya Rp. 50.000,- . Parai Resort Beach & Spa memiliki banyak fasilitas seperti watersport, kolam renang dan cottage. Semua fasilitas ini tentunya siap memanjakan liburan bahari kita selama berada di Sungailiat. Kami sekeluarga menghabiskan sore di Pantai Parai dengan berenang dan mengabadikan beberapa moment dengan berfoto ria.
Bagi pecinta kopi, jangan lewatkan untuk menyeruput kopi khas Bangka. Kedai-kedai kopi khas Bangka yang terletak disepanjang jalan Kota Sungailiat siap menggoda iman. Saya dan keluarga menyempatkan untuk sejenak minum kopi disalah satu kedai kopi “Tung Tau”, rekomendasi dari kaka sepupu. “Ini salah satu kedai kopi yang sudah terkenal dari jaman dulu dan wajib dicoba ”, tuturnya kepada saya. Sekilas memang tidak ada yang beda dengan kopi Tung Tau, warnanya yang hitam pekat dan harumnya yang khas sungguh memanjankan lidah. Yuk coba!
Waktu menjelang malam, kami memutuskan untuk kembali ke Kota Pangkal Pinang untuk beristirahat dan bermalam disana. Kami check-in di Hotel Bumi Asih. Hotel ini lokasinya berada di pusat Kota Pangkal Pinang. Rasanya tulang kaki saya sudah mau copot seharian mengekplore Kota Sungailiat. And good night everybody, malam itu tidur saya berasa sangat nyenyak.
Keesokan harinya, Minggu 9 Februari 2014 sembari menunggu mobil sewaan kami datang menjemput, saya menyempatkan untuk browsing dan bertanya-tanya kepada mbak resepsionis hotel mengenai objek wisata apa saja yang ada di Kota Pangkal Pinang. Taraaa.. Akhirnya saya memegang beberapa list destinasi yang bisa saya kunjungi. Tidak lama berselang, mobil yang kami sewa pun datang dan kami melanjutkan penjelajahan di bumi penghasil timah.
Inciran pertama kami yaitu Pantai Pasir Padi. Pantai ini hanya berjarak 7 km dari Kota Pangkal Pinang. Sebetulnya tidak jauh berbeda dengan pantai-pantai yang saya pernah kunjungi, namun pantai ini memiliki keistimewaan memiliki garis pantai yang lebar sehingga sangat aman jika kita membawa putra/i yang masih kecil untuk bermain di tepi pantai. Ombaknya pun tidak besar. Di sana juga banyak pengrajin kerang yang menjajakan dagangannya di tepi-tepi pantai yang bisa kita beli sebagai cinderamata untuk oleh-oleh kerabat atau teman dekat.
Dari situ, kami bergegas untuk menyambangi destinasi kedua yaitu Bangka Botanical Garden (BBG). BBG merupakan agro wisata dengan luas lahan +/- 300 hektar, di dalamnya terdapat tanaman sayur mayur, buah, pemancingan dan peternakan. Menurut saya, lokasi ini tidak jauh berbeda dengan Taman Buah Mekar Sari ataupun Taman Bunga yang ada di Cipanas. Walaupun kondisinya tanahnya yang tandus dan belum digarap secara maksimal, namun keadaan di dalamnya cukup rindang di kanan kiri jalan banyak ditumbuhi pohon cemara.
Peternakan sapi dari BBG ini juga menghasilkan susu segar yang siap dijual. Jadi, tidak heran pada saat kita memasuki kawasan agro wisata ini terdapat sebuah café yang menjual susu & yogurt dengan harga yang terjangkau hasil peternakan.
Masih di Pangkal Pinang, objek wisata terakhir yang saya sambangi yaitu Museum Timah. Letaknya tepat berada di belakang Hotel Bumi Asih, Jalan Ahmad Yani No. 179. Museum ini dikelola oleh PT. Tambang Tima (Persero) Tbk. Untuk masuk ke museum ini pengunjung tidak dikenakan biaya sepeser pun. Yah, seperti biasanya walaupun sudah tidak dikenakan biaya (Rp.0) minat masyarakat untuk mengunjungi museum masih sangat rendah. Entah program apa yang bisa menimbulkan gairah masyarakat untuk cinta mengunjungi museum. Semoga nantinya pemerintah dalam hal ini dinas pariwisata punya program yang menarik agar masyrakat bisa antusias mengunjungi museum.
Pukul 11.00 WIB kami putuskan untuk kembali ke hotel dan packing sambil rehat sejenak karena sore harinya kami harus kembali lagi ke Jakarta. And back to reality, work! Bye Negeri Serumpun Sebalai, Bangka. Semoga dilain waktu saya juga punya kesempatan untuk mengunjungi Negeri Laskar Pelangi. Selamat berlibur good people, semoga menginspirasi!
NOTE
Transportasi :
Harga sewa mobil ada dikisaran Rp. 300-350 ribu per hari (include driver).
Destinasi:
- Pangkal Pinang : Pantai Pasir Padi, Museum Timah & Bangka Botanical Garden (BBG)
- Sungailiat : Vihara Fathin San, Taman Teratai Dewi Kuan Yin, Pantai Tanjung Pesona & Pantai Parai
- Muntok : Wisata sejarah di Bukit Manumbing (tempat pengasingan Ir.Soekarno). Sayangnya saya tidak sempat ke Bukit Manumbing, karena waktunya yang mepet.
Kuliner:
Mie Koba, Kopi Tung Tau, Pempek, Martabak & Otak-otak khas Bangka.
Tiket :
PP CGK-Pangkal Pinang menghabiskan dana sekitar +/- Rp. 1.000.000,- (Weekend)
Hotel/ Penginapan :
Bisa langsung dilihat dari website ini http://www.wego.co.id
Related Post :
wah seru banget tuh gan,,,,
LikeLike
Iya seru banget
LikeLike